Selasa, 24 Mei 2016

BUDIDAYA KELINCI (REPRODUKSI)

Menurut Sarwono, (2001) menyatakan bahwa dalam memelihara ternak kelinci, harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan, hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha ternak kelinci, karena dengan adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan, manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran. Aspek reproduksi memegang peranan penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Ternak kelinci termasuk dalam satu jenis ternak prolific artinya mampu beranak banyak per kelahiran.
Sistem perkawinan pada ternak kelinci dapat dilakukan secara alami maupun dengan inseminasi buatan, biasanya dalam mengawinkan kelinci kelinci betina dimasukkan pada kandang kelinci jantan dan  biarkan beberapa hari sampai terjadi kebuntingan yang ditandai bahwa kelinci betina tidak mau menerima lagi pejantan. Sex ratio antara jantan dan betina adalah 1 : 10, namun perlu diketahui berahi pada kelinci bersifat induksi yang berarti bahawa bila terjadi rangsangan maka akan terjadi ovulasi, dan ovulasi terjadi 10 jam setelah terjadi rangsangan, dan fertilisasai terjadi 1 – 2 jam setelah ovulasi, daya fertil ovum 6 jam, lama bunting rata-rata 30 hari, siklus estrus 12 – 14 hari ditambah 4 hari masa menolak, umur dikawinkan 5 – 7 bulan atau tergantung pada type kelinci, biasanya type kecil lebih cepat dewasa kelamin dari pada type besar (Sinaga, 2009).

2.0. Pemilihan bibit yang baik
1. Kepala, ukuran kepala yang baik harus seimbang dengan tubuh
2. Telinga, terbagi atas tipe tegak dan tipe menggantung
3. Mata, daya pandang terlihat cerah dan jernih
4. Hidung, tidak berair
5. Bentuk badan, bulat memanjang dengan komposisi dada lebar dan padat, untuk calon               indukan bagian tulang pinggul harus lebar, puting susu 8 buah dan berasal dari keturunan beranak minimal 6 ekor
6. Ekor, berbentuk lurus keatas
7. Kaki, posisi kaki depan berjarak seimbang dengan kaki belakang
8. Bulu, bulu bisa bermacam warna namun harus terlihat bersih dan bercahaya
(baca juga : bibit kelinci berkualitas )

2.1. Organ reproduksi betina dan jantan
            Sistem reproduksi tersusun atas sistem genital interna dan eksterna. Pada kelinci betina organ interna berupa sepasang ovarium dan uterus. Ovarium terletak sebelah kaudal dari ren dan didalamnya terdapat folikel-folikel Graaf berbentuk gelembung. Uterus berjumlah sepasang dan berkelok-kelok dan terbagi atas infundirambutm, tuba, dan uterus. Organ eksterna tersusun atas vagina, vulva, labium majus, labium ninus, dan clitoris (Tim Dosen anatomi hewan UGM).
Sedangkan pada jantan memiliki organ reproduksi interna dan eksterna. Pada organ interna terdiri dari testis dan epididimis. Testis terdapat sepasang yang terletak dalam scrotum. Testis merupakan pengahasil sperma terus dikeluarkan melalui epididimis yang merupakan tempat pematangan kemudian ke vasdeferens. Sedangkan pada organ eksterna berupa penis. Penis ini merupakan alat kopulasi dan tersusun dari corpus cavernosusm penis dan corpusgavernosum urethrae. Disamping itu juga terdapat kelenjar-kelenjar yang membantu sistem reproduksi (Kastawi, 1992).

2.2. Penentuan jenis kelamin (seksing)
            "Sexing" adalah untuk membedakan kelamin jantan dan betina pada kelinci yang baru disapih (umur 4-8 minggu). Anak kelinci jantan yang baru disapih, testis masih berada di dalam rongga perut, sedangkan penisnya belum terlihat dari luar. Untuk membedakan jenis kelamin pada kelinci muda, perlu dilakukan pemeriksaan dari dekat yaitu dengan cara meletakkan punggung anak kelinci pada tangan kanan sehinggakepalanya menghadap ke atas dan tangankiri memegang kedua kaki depan. Selanjutnya ibu jari dan telunjuk tangan kanan di letakkan di depan dan di belakang alat kelamin, dan dilakukan penekanan sehingga alat kelamin yang di dalam tubuh akan menonjol keluar. Dengan melihat perbedaan bentuk tonjolan alat kelamin, maka dapat ditentukan jenis kelamin. Jika berkelaminjantan , tonjolan tadi bentuknya lebih panjang, runcing dan ada lekukan di tengahnya. Jika berkelamin betina, maka tonjolan tadi mempunyai celah yang melintang dan juga alat kelamin betina (vulva) lebih dekat ke anus.

2.3. Kelenjar mammae
            Kelinci memiliki 4 pasang kelenjar mamae, yang tumbuh dan berkembang secara cepat pada minggu terakhir masa kebuntingan. Jumlah produksi susu rata-rata 150-200 mg/hari pada anak varietas pertama dan meningkat pada varietas berikutrnya. Pada kelinci besar jumlahnya akan lebih banyak dan maksimum pengeluaran air susu terjadi pada minggu kedua dan ketiga masa laktasi . Untuk mendapatkan air susu yang optimal, sebaiknya pengasuhan anak dibatasi 7 - 8 ekor. Jika jumlah anak yang dilahirkan perkelahiran (litter size) melebihi 8 ekor, maka kelebihan anak dapat dilakukan tindakan fostering yaitu dengan menitipkan anak ke induk lain yang jumlah anaknya lebih sedikit (Pumama, 1997).

2.4. Dewasa Kelamin (pubertas)
            Siklus reproduksi ialah rangkaian semua kejadian biologic kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung hingga lahir generasi baru dari suatu makhluk hidup. Di dalam hal ini yang mempunyai hubungan sangat erat dan memegang peranan penting dalam siklus reproduksi ialah pubertas. Sedangkan pubertas (dewasa kelamin) itu sendiri adalah suatu periode dimana organ-organ reproduksi hewan jantan dan betina berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi (cole dan Cupp,1977 dalam Hanum, 1985). Pada hewan jantan pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disertai perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pada hewan betina, pubertas ditandai dengan terjadinya estrus dan ovulasi. Kelinci mulai mencoba kopulasi sebulan atau 2 bulan sebelum mencapai dewasa kelamin, tetapi tidak bisa untuk memproduksi anak sebelum ia mengalami dewasa kelamin. Menurut Templeton (1968) dalam Hanum 1985), dewasa kelamin pada kelinci tergantung pada bangsanya, jenis kelinci lebih cepat mencapai dewasa kelamin dibanding dengan jenis kelinci yang lebih beasr.Jenis kelinci kecil mencapai dewasa kelamin pada umur 4 bulan, jenis menengah mencapai umur 6 sampai 7 bulan dan jenis berat mencapai dewasa kelamin pada umur 9 sampai 12 bulan. Dewasa kelamin lebih dahulu terjadi sebelum dewasa tubuh terjadi, oleh sebab itu ternak betina tidak dikawinkan pada waktu munculnya tanda-tanda pubertas yang pertama karena untuk mencegah hewan betina bunting, sedang kondisi badan masih dalam proses pertumbuhan, sehingga tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dirinya dan pertumbuhan anak dikandungnya (Coleman, 1965 dalamHanum, 1985).



2.5. Berahi (estrus)
            Siklus berahi kelinci tidak beraturan sebagaimana didapatkan pada kebanyakan hewan lainnya. Pada saat pubertas, follicle stimulating hormone (FSH) dilepaskan ke dalam aliran darah menyebabkan pertumbuhan folikel-folikel pada ovarium. Sewaktu folikel-folikel tersebut tumbuh dan menjadi matang, berat ovarium meninggi dan estrogen disekresikan di dalam ovarium untuk dilepaskan ke dalam aliran darah. Estrogen menyebabkan hewan betina menerima hewan jantan. Umumnya perkembangan folikel terjadi dalam beberapa gelombang, pada waktu yang sama 5 sampai 10 yang berkembang pada tingkat yang sama di ovarium. Folikel yang mulai berkembang ada terus menerus, jadi terdapat beberapa tingkatan perkembangan dari folikel. Apabila folikel-folikel telah matang, mereka aktif dalam memproduksi estrogen selama kira-kira 12 sampai 14 hari. Setelah periode ini, jika ovulasi tidak terjadi, folikel akan mengalami degenerasi, sesuai dengan pengurangan tingkat estrogen dan kemauan untuk menerima hewan jantan (Hafez, 1970 dalam Hanum, 1985).
Kelinci yang didomestikasi mempunyai siklus birahi (estrus) yang beraturan, umumnya terjadi setiap 4-6 hari den berhubungan erat dengan periode estrogen dalam darah serta dapat dilihat pada keadaan sitologi vagina (Colby, 1986). Tanda-tanda birahi yang terlihat adalah vagina yang membengkak den berwarna kemerah-merahan. Sedangkan secara tingkah laku jika dipegang punggungnya maka induk akan terangkat tubuh bagian belakang.  
2.6. Perkawinan (fertilisasi)
                        Fertilisasi adalah penyatuan dua sel, yaitu gamet jantan dan betina, untuk membentuk suatu sel zygote yang merupakan suatu  proses yang dapat ditinjau dalam 2 aspek :
a. Dalam aspek embriologik
            Fertilisasi meliputi pengaktifan ovum oleh spermatozoa. Tanpa rangsangan fertilisasi, ovum tidak akan memulai “cleavage” dan tidak ada perkembangan embriologik.
b. Dalam aspek genetic
            Fertilisasi meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum. Di sinilah terletak manfaat perkawinan atau inseminasi ialah menyatukan faktor-faktor unggul kedalam satu individu baru (Tolihere, 1981).
Sesudah proses fertilisasi, dimulai masa kebuntingan yang diakhiri pada waktu kelahiran. Di dalam peternakan, periode kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan yang terakhir sampai terjadinya kelahiran anak. Lama bunting ditentukan secara genetic walaupun dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor maternal, foetal dan lingkungan, misalnya ukuran dan umur induk mempengaruhi lama kebuntingan, masa kebuntingan lebih lama umumnya menunjukkan hanya sedikit jumlah anak yang dikandung, dan foetus yang besar lebih pendek waktunya dalam kandungan daripada yang kecil, serta suhu yang tinggi dapat memperpanjang masa kebuntingan (Cole dan Cupps, 1979 dalam Hanum, 1985).

2.7. Kebuntingan
            Menurut Hafez (1970) dalam Hanum (1985), masa kebuntingan rata-rata ternak kelinci 30 sampai 33 hari, ini terjadi 98% pada kelinci betina, sebaliknya lama kebuntingan 29 sampai 35 hari. Bila ada masa kebuntingan yang kurang dari 29 hari anak yang dilahirkan tidak normal. Pada kasus bunting yang lama, ukuran anak yang dilahirkan kecil serta erdapat 1 atau 2 ekor dengan ukuran yang tidak normal atau begitu lahir langsung mati. Kelahiran kadang-kadang terjadi dalam waktu berbeda misalnya anak yang lahir berbeda beberapa jam sampai beberapa hari. Interval maksimum antara keluarnya anak yang dapat bertahan hidup adalah yang kurang dari 3 hari.
Pada akhir masa kebuntingan terjadi proses kelahiran atau partus yaitu serentetan proses-proses fisiologik yang berhubungan dengan pengeluaran anak dan plasenta melalui saluran kelamin. Kelahiran tergantung kepada 2 faktor yaitu berkurangnya progesteron dari myometrium dan pelepasan tiba-tiba oxytocin dari pituitary posterior. Lamanya periode bunting sangat tergantung kepada lamanya umur corpus luteum. Penyebab lepasnya oxytocin secara tiba-tiba tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan karena terhalangnya progesterone pada sistem syaraf pusat. Kelahiran pada kelinci biasanya terjadi pada pagi hari dan apabila foetus berukuran normal komplikasi melahirkan biasanya tidak terjadi. Kelahiran normal membutuhkan waktu kurang dari 30 menit dengan interval kelahiran setiap anak 1 sampai 5 menit (Mc Nitt, 1982 dalam Hanum 1985).

2.8. Jumlah Anak yang Dilahirkan Perkelahiran (litter size)
            Litter size adalah jumlah anak yang dilahirkan untuk setiap kelahiran, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bangsa, umur induk, lingkungan, makanan, banyaknya ovum yang diovulasikan dan dibuahi setelah mengadakan perkawinan dengan hewan jantan serta kejadian yang terjadi selama kebuntingan berlangsung. Faktor-faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya kepada kelinci betina terhadap jumlah anak yang dilahirkan, tetapi sifat-sifat yang diturunkan akan dipengaruhi oleh hewan jantan dan hewan betina. Ada dua sifat turunan yang sangat diharapkan yaitu besar tubuh hewan tersebut dan banyaknya anak yang diproduksi pada setiap kelahiran.
Kadang-kadang dari keturunan yang sama , tetapi karena faktor-faktor genetic maka terjadi tinggi rendahnya tingkat kesuburan. Oleh karena itu, di sini sangat diperlukan pemilihan stock breeding pada hewan yang memiliki tinggi rata-rata litter-sizenya (Thear, 1981 dalam Hanum 1985).

2.9. Nisbah Kelamin (seks ratio)
            Nisbah kelamin atau "Sex Ratio" adalah perbandingan dari persentase kelamin jantan dan betina pada suatu kelahiran (Nalbandov, 1975). Secara teoritis perbandingan jantan - betina adalah 50 : 50 % (Robert, 1956 ; Mc Donald , 1976), Artinya perbandingan yang dilahirkan antara jantan dan betina seimbang Hafez (1970) mengatakan bahwa, jantan lebih sedikit dilahirkan dari pada betina. Sandford (1979) menjelaskan bahwa, hal ini terjadi akibat kematian embrio jantan sebelum dilahirkan lebih tinggi. Robert (1956) melaporkan bahwa, persentase jantan lebih tinggi pada waktu bunting dibandingkan saat lahir . Embrio jantan yang mati akan diserap kembali atau dapat juga abortus. Sastrodihardjo 1985, melaporkan bahwa nisbah kelamin pada peternakan kelinci di Jawa memiliki kesamaan yaitu 50 : 50 % dengan kisaran 30 : 70 %.

2.10. Jarak kawin setelah beranak
            Pada pemeliharaan tradisional yang cenderung mencampurkan pejantan dengan induk secara terus-menerus, ketikainduk beranak akan langsung dikawinni kembali oleh pejantan. Pada saat beranak, induk kelinci dalam posisi berahi dan bila terjadi perkawinan biasanya induk akan bunting. Yang menjadi persoalan adalah terjadi tarik-menarik hormonal antara hormon untuk memproduksi air susu dengan hormon untuk mempertahankan kebuntingan sehingga dampaknya dapat menurunkan produksi air susu. Untuk itu sebaiknya jarak- kawin setelah beranak diberikan waktu antara seperti yang dilakukan di Balitnak pada reproduksi kelinca Rex Hasil: penelitian menunjukkan jarak kawin setelah beranak yang ideal adalah 14 hari karena selain efisien juga memberikan performans yang baik pada jumlah anak yang dilahirkan (Raharjo, dkk. 1993).

2.11. Penyapihan
            Untuk budidaya kelinci yang efisien, penyapihan dapat dilakukan pada umur 35 hari sampai 45 hari. Jika jarak kawin setelah beranak dilakukan 14 hari, maka dengan penyapihan umur 35 hari akan memberikan waktu kering kandang selama 7 hari untuk mempersiapkan kelenjar mamae pada kelahiran berikutnya. Bobot sapih pada anak kelinci yang sehat berkisar antara 400-500 gr tergantung jumlah anak yang diasuh oleh induk dan jenis kelinci.

2.12. Faktor faktor lain :

1. Suhu
            Waktu mengawinkan kelinci yang paling tepat adalah pada saat induk kelinci sedang birahi dengan tanda vagina yang membengkak dan berwarna kemerahan serta dikawinkan pada saat suhu lingkungan tidak terlalu panas yaitu pagi hari atau sore hari (Purnama. 2000).
Ada 2 cara mengawinkan ternak kelinci yaitu dengan kawin alam dan melalui Inseminasi Buatan . Pada kawin alam mengingat sifat teritorial pejantan . induk kelinci dibawa kekandang pejantan . Untuk mendapatkan perkawinan yang fertil pada kawin alam . sebaiknya dilakukan dengan2 kali perkawinan . Sedangkandengan InseminasiBuatan . proses dan penanganan semen dan cara melakukan Inseminasi harus dilakukan dengan baik. demikian juga dengan sinkronisasi estrus (Purnama.1998).

2. Pakan
            Pada pakan hijauan tidak memiliki kandungan gizi yang lengkap. oleh karena itu penambahan pakan penguat harus diberikan pada induk bunting clan induk laktasi .


3. Kandang
            Untuk kandang reproduksi pada ternak kelinci sebaiknya dipisah antara kandang pejantan dengan kandang induk . Tujuan pemisahan ini adalah untuk mengontrol perkawinan kelinci sehingga tanggal perkawinan dapat tercatat. Selain itu untuk mencegah kelinci jantan mengawini induk secara terus menerus yang dapat mengganggu kebuntingan ataupun menurunkan kualitas dan kuantitas semen pejantan . Dengan pemisahan kandang dapat meningkatkan libido pejantan sehingga perkawinan yang fertildapat terjadi .

4. Penyakit


            Radang puting susu (mastitis) biasanya disebabkan karena air susu yang keluar hanya sedikit atau bahkan tidak keluar sama sekali hal ini dapat timbul karena anak kelinci yang lahir hanya sedikit atau anak kelinci tidak mau menyusu atau disebabkan karena waktu penyapihan yang terlalu mendadak dan belum saatnya sehingga air susu yang seharusnya masih tersedia tidak tersalurkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar