Menurut Sarwono, (2001) menyatakan bahwa dalam
memelihara ternak kelinci, harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan,
hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha ternak kelinci, karena dengan
adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan,
manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran. Aspek reproduksi memegang peranan
penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Ternak kelinci termasuk dalam
satu jenis ternak prolific artinya mampu beranak banyak per kelahiran.
Sistem
perkawinan pada ternak kelinci dapat dilakukan secara alami maupun dengan
inseminasi buatan, biasanya dalam mengawinkan kelinci kelinci betina dimasukkan
pada kandang kelinci jantan dan biarkan
beberapa hari sampai terjadi kebuntingan yang ditandai bahwa kelinci betina
tidak mau menerima lagi pejantan. Sex ratio antara jantan dan betina adalah 1 :
10, namun perlu diketahui berahi pada kelinci bersifat induksi yang berarti
bahawa bila terjadi rangsangan maka akan terjadi ovulasi, dan ovulasi terjadi
10 jam setelah terjadi rangsangan, dan fertilisasai terjadi 1 – 2 jam setelah
ovulasi, daya fertil ovum 6 jam, lama bunting rata-rata 30 hari, siklus estrus
12 – 14 hari ditambah 4 hari masa menolak, umur dikawinkan 5 – 7 bulan atau
tergantung pada type kelinci, biasanya type kecil lebih cepat dewasa kelamin
dari pada type besar (Sinaga, 2009).
2.0.
Pemilihan bibit yang baik
1. Kepala, ukuran kepala yang baik harus seimbang
dengan tubuh
2. Telinga, terbagi atas tipe tegak dan tipe
menggantung
3. Mata, daya pandang terlihat cerah dan jernih
4. Hidung, tidak berair
5. Bentuk badan, bulat memanjang dengan komposisi dada
lebar dan padat, untuk calon
indukan bagian tulang pinggul harus lebar, puting susu 8 buah dan
berasal dari keturunan beranak minimal 6 ekor
6. Ekor, berbentuk lurus keatas
7. Kaki, posisi kaki depan berjarak seimbang dengan
kaki belakang
8. Bulu, bulu bisa bermacam warna namun harus terlihat
bersih dan bercahaya
(baca juga : bibit kelinci berkualitas )
(baca juga : bibit kelinci berkualitas )
2.1. Organ
reproduksi betina dan jantan
Sistem
reproduksi tersusun atas sistem genital interna dan eksterna. Pada kelinci
betina organ interna berupa sepasang ovarium dan uterus. Ovarium terletak
sebelah kaudal dari ren dan didalamnya terdapat folikel-folikel Graaf berbentuk
gelembung. Uterus berjumlah sepasang dan berkelok-kelok dan terbagi atas
infundirambutm, tuba, dan uterus. Organ eksterna tersusun atas vagina, vulva,
labium majus, labium ninus, dan clitoris (Tim Dosen anatomi hewan UGM).
Sedangkan pada jantan memiliki organ reproduksi
interna dan eksterna. Pada organ interna terdiri dari testis dan epididimis.
Testis terdapat sepasang yang terletak dalam scrotum. Testis merupakan
pengahasil sperma terus dikeluarkan melalui epididimis yang merupakan tempat
pematangan kemudian ke vasdeferens. Sedangkan pada organ eksterna berupa penis.
Penis ini merupakan alat kopulasi dan tersusun dari corpus cavernosusm penis
dan corpusgavernosum urethrae. Disamping itu juga terdapat kelenjar-kelenjar
yang membantu sistem reproduksi (Kastawi, 1992).
2.2.
Penentuan jenis kelamin (seksing)
"Sexing"
adalah untuk membedakan kelamin jantan dan betina pada kelinci yang baru
disapih (umur 4-8 minggu). Anak kelinci jantan yang baru disapih, testis masih
berada di dalam rongga perut, sedangkan penisnya belum terlihat dari luar.
Untuk membedakan jenis kelamin pada kelinci muda, perlu dilakukan pemeriksaan
dari dekat yaitu dengan cara meletakkan punggung anak kelinci pada tangan kanan
sehinggakepalanya menghadap ke atas dan tangankiri memegang kedua kaki depan.
Selanjutnya ibu jari dan telunjuk tangan kanan di letakkan di depan dan di
belakang alat kelamin, dan dilakukan penekanan sehingga alat kelamin yang di dalam
tubuh akan menonjol keluar. Dengan melihat perbedaan bentuk tonjolan alat
kelamin, maka dapat ditentukan jenis kelamin. Jika berkelaminjantan , tonjolan
tadi bentuknya lebih panjang, runcing dan ada lekukan di tengahnya. Jika berkelamin
betina, maka tonjolan tadi mempunyai celah yang melintang dan juga alat kelamin
betina (vulva) lebih dekat ke anus.
2.3.
Kelenjar mammae
Kelinci
memiliki 4 pasang kelenjar mamae, yang tumbuh dan berkembang secara cepat pada
minggu terakhir masa kebuntingan. Jumlah produksi susu rata-rata 150-200
mg/hari pada anak varietas pertama dan meningkat pada varietas berikutrnya.
Pada kelinci besar jumlahnya akan lebih banyak dan maksimum pengeluaran air
susu terjadi pada minggu kedua dan ketiga masa laktasi . Untuk mendapatkan air
susu yang optimal, sebaiknya pengasuhan anak dibatasi 7 - 8 ekor. Jika jumlah
anak yang dilahirkan perkelahiran (litter size) melebihi 8 ekor, maka kelebihan
anak dapat dilakukan tindakan fostering yaitu dengan menitipkan anak ke induk
lain yang jumlah anaknya lebih sedikit (Pumama, 1997).
2.4. Dewasa Kelamin
(pubertas)
Siklus reproduksi ialah rangkaian semua kejadian biologic kelamin yang
berlangsung secara sambung menyambung hingga lahir generasi baru dari suatu makhluk hidup. Di
dalam hal ini yang mempunyai hubungan sangat erat dan memegang peranan penting dalam siklus reproduksi ialah pubertas. Sedangkan pubertas
(dewasa kelamin) itu sendiri adalah suatu periode dimana
organ-organ reproduksi hewan jantan dan betina berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi
(cole dan Cupp,1977 dalam Hanum, 1985). Pada hewan jantan pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disertai perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pada hewan betina,
pubertas ditandai dengan terjadinya estrus
dan ovulasi. Kelinci mulai mencoba kopulasi sebulan atau 2
bulan sebelum mencapai dewasa kelamin,
tetapi tidak bisa untuk memproduksi anak sebelum ia mengalami dewasa kelamin. Menurut
Templeton (1968) dalam Hanum 1985),
dewasa kelamin pada kelinci tergantung pada bangsanya,
jenis kelinci lebih cepat mencapai dewasa kelamin dibanding dengan jenis kelinci yang
lebih beasr.Jenis kelinci kecil mencapai dewasa kelamin pada umur 4 bulan,
jenis menengah mencapai umur 6 sampai 7 bulan dan jenis berat mencapai dewasa kelamin pada umur
9 sampai 12 bulan. Dewasa kelamin lebih dahulu terjadi sebelum dewasa tubuh terjadi,
oleh sebab itu ternak betina tidak dikawinkan pada waktu munculnya tanda-tanda pubertas
yang pertama karena untuk mencegah hewan betina bunting, sedang kondisi badan masih dalam
proses pertumbuhan,
sehingga tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dirinya dan pertumbuhan anak dikandungnya
(Coleman, 1965 dalamHanum, 1985).
2.5. Berahi
(estrus)
Siklus
berahi kelinci tidak beraturan sebagaimana didapatkan pada kebanyakan hewan
lainnya. Pada saat pubertas, follicle stimulating hormone (FSH) dilepaskan ke
dalam aliran darah menyebabkan pertumbuhan folikel-folikel pada ovarium.
Sewaktu folikel-folikel tersebut tumbuh dan menjadi matang, berat ovarium
meninggi dan estrogen disekresikan di dalam ovarium untuk dilepaskan ke dalam
aliran darah. Estrogen menyebabkan hewan betina menerima hewan jantan. Umumnya
perkembangan folikel terjadi dalam beberapa gelombang, pada waktu yang sama 5
sampai 10 yang berkembang pada tingkat yang sama di ovarium. Folikel yang mulai
berkembang ada terus menerus, jadi terdapat beberapa tingkatan perkembangan
dari folikel. Apabila folikel-folikel telah matang, mereka aktif dalam
memproduksi estrogen selama kira-kira 12 sampai 14 hari. Setelah periode ini,
jika ovulasi tidak terjadi, folikel akan mengalami degenerasi, sesuai dengan
pengurangan tingkat estrogen dan kemauan untuk menerima hewan jantan (Hafez,
1970 dalam Hanum, 1985).
Kelinci yang didomestikasi mempunyai siklus birahi
(estrus) yang beraturan, umumnya terjadi setiap 4-6 hari den berhubungan erat
dengan periode estrogen dalam darah serta dapat dilihat pada keadaan sitologi
vagina (Colby, 1986). Tanda-tanda birahi yang terlihat adalah vagina yang
membengkak den berwarna kemerah-merahan. Sedangkan secara tingkah laku jika dipegang
punggungnya maka induk akan terangkat tubuh bagian belakang.
2.6.
Perkawinan (fertilisasi)
Fertilisasi adalah penyatuan dua
sel, yaitu gamet jantan dan betina, untuk membentuk suatu sel zygote yang
merupakan suatu proses yang dapat
ditinjau dalam 2 aspek :
a. Dalam aspek embriologik
Fertilisasi
meliputi pengaktifan ovum oleh spermatozoa. Tanpa rangsangan fertilisasi, ovum
tidak akan memulai “cleavage” dan tidak ada perkembangan embriologik.
b. Dalam aspek genetic
Fertilisasi
meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum. Di sinilah
terletak manfaat perkawinan atau inseminasi ialah menyatukan faktor-faktor
unggul kedalam satu individu baru (Tolihere, 1981).
Sesudah proses fertilisasi, dimulai masa kebuntingan
yang diakhiri pada waktu kelahiran. Di dalam peternakan, periode kebuntingan
pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan yang terakhir sampai terjadinya
kelahiran anak. Lama bunting ditentukan secara genetic walaupun dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor maternal, foetal dan lingkungan, misalnya ukuran
dan umur induk mempengaruhi lama kebuntingan, masa kebuntingan lebih lama
umumnya menunjukkan hanya sedikit jumlah anak yang dikandung, dan foetus yang
besar lebih pendek waktunya dalam kandungan daripada yang kecil, serta suhu
yang tinggi dapat memperpanjang masa kebuntingan (Cole dan Cupps, 1979 dalam
Hanum, 1985).
2.7.
Kebuntingan
Menurut
Hafez (1970) dalam Hanum (1985), masa kebuntingan rata-rata ternak kelinci 30
sampai 33 hari, ini terjadi 98% pada kelinci betina, sebaliknya lama
kebuntingan 29 sampai 35 hari. Bila ada masa kebuntingan yang kurang dari 29
hari anak yang dilahirkan tidak normal. Pada kasus bunting yang lama, ukuran anak
yang dilahirkan kecil serta erdapat 1 atau 2 ekor dengan ukuran yang tidak
normal atau begitu lahir langsung mati. Kelahiran kadang-kadang terjadi dalam
waktu berbeda misalnya anak yang lahir berbeda beberapa jam sampai beberapa
hari. Interval maksimum antara keluarnya anak yang dapat bertahan hidup adalah
yang kurang dari 3 hari.
Pada akhir masa kebuntingan terjadi proses kelahiran
atau partus yaitu serentetan proses-proses fisiologik yang berhubungan dengan
pengeluaran anak dan plasenta melalui saluran kelamin. Kelahiran tergantung
kepada 2 faktor yaitu berkurangnya progesteron dari myometrium dan pelepasan
tiba-tiba oxytocin dari pituitary posterior. Lamanya periode bunting sangat
tergantung kepada lamanya umur corpus luteum. Penyebab lepasnya oxytocin secara
tiba-tiba tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan karena terhalangnya
progesterone pada sistem syaraf pusat. Kelahiran pada kelinci biasanya terjadi
pada pagi hari dan apabila foetus berukuran normal komplikasi melahirkan
biasanya tidak terjadi. Kelahiran normal membutuhkan waktu kurang dari 30 menit
dengan interval kelahiran setiap anak 1 sampai 5 menit (Mc Nitt, 1982 dalam
Hanum 1985).
2.8. Jumlah
Anak yang Dilahirkan Perkelahiran (litter size)
Litter
size adalah jumlah anak yang dilahirkan untuk setiap kelahiran, yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bangsa, umur induk, lingkungan,
makanan, banyaknya ovum yang diovulasikan dan dibuahi setelah mengadakan
perkawinan dengan hewan jantan serta kejadian yang terjadi selama kebuntingan
berlangsung. Faktor-faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya kepada kelinci
betina terhadap jumlah anak yang dilahirkan, tetapi sifat-sifat yang diturunkan
akan dipengaruhi oleh hewan jantan dan hewan betina. Ada dua sifat turunan yang
sangat diharapkan yaitu besar tubuh hewan tersebut dan banyaknya anak yang diproduksi
pada setiap kelahiran.
Kadang-kadang dari keturunan yang sama , tetapi karena
faktor-faktor genetic maka terjadi tinggi rendahnya tingkat kesuburan. Oleh
karena itu, di sini sangat diperlukan pemilihan stock breeding pada hewan yang
memiliki tinggi rata-rata litter-sizenya (Thear, 1981 dalam Hanum 1985).
2.9. Nisbah
Kelamin (seks ratio)
Nisbah
kelamin atau "Sex Ratio" adalah perbandingan dari persentase kelamin
jantan dan betina pada suatu kelahiran (Nalbandov, 1975). Secara teoritis perbandingan
jantan - betina adalah 50 : 50 % (Robert, 1956 ; Mc Donald , 1976), Artinya perbandingan
yang dilahirkan antara jantan dan betina seimbang Hafez (1970) mengatakan
bahwa, jantan lebih sedikit dilahirkan dari pada betina. Sandford (1979) menjelaskan
bahwa, hal ini terjadi akibat kematian embrio jantan sebelum dilahirkan lebih
tinggi. Robert (1956) melaporkan bahwa, persentase jantan lebih tinggi pada
waktu bunting dibandingkan saat lahir . Embrio jantan yang mati akan diserap
kembali atau dapat juga abortus. Sastrodihardjo 1985, melaporkan bahwa nisbah
kelamin pada peternakan kelinci di Jawa memiliki kesamaan yaitu 50 : 50 % dengan
kisaran 30 : 70 %.
2.10. Jarak
kawin setelah beranak
Pada pemeliharaan
tradisional yang cenderung mencampurkan pejantan dengan induk secara
terus-menerus, ketikainduk beranak akan langsung dikawinni kembali oleh
pejantan. Pada saat beranak, induk kelinci dalam posisi berahi dan bila terjadi
perkawinan biasanya induk akan bunting. Yang menjadi persoalan adalah terjadi tarik-menarik
hormonal antara hormon untuk memproduksi air susu dengan hormon untuk
mempertahankan kebuntingan sehingga dampaknya dapat menurunkan produksi air
susu. Untuk itu sebaiknya jarak- kawin setelah beranak diberikan waktu antara
seperti yang dilakukan di Balitnak pada reproduksi kelinca Rex Hasil:
penelitian menunjukkan jarak kawin setelah beranak yang ideal adalah 14 hari
karena selain efisien juga memberikan performans yang baik pada jumlah anak
yang dilahirkan (Raharjo, dkk. 1993).
2.11.
Penyapihan
Untuk
budidaya kelinci yang efisien, penyapihan dapat dilakukan pada umur 35 hari
sampai 45 hari. Jika jarak kawin setelah beranak dilakukan 14 hari, maka dengan
penyapihan umur 35 hari akan memberikan waktu kering kandang selama 7 hari
untuk mempersiapkan kelenjar mamae pada kelahiran berikutnya. Bobot sapih pada anak
kelinci yang sehat berkisar antara 400-500 gr tergantung jumlah anak yang
diasuh oleh induk dan jenis kelinci.
2.12. Faktor
faktor lain :
1. Suhu
Waktu
mengawinkan kelinci yang paling tepat adalah pada saat induk kelinci sedang birahi
dengan tanda vagina yang membengkak dan berwarna kemerahan serta dikawinkan
pada saat suhu lingkungan tidak terlalu panas yaitu pagi hari atau sore hari
(Purnama. 2000).
Ada 2 cara mengawinkan ternak kelinci yaitu dengan
kawin alam dan melalui Inseminasi Buatan . Pada kawin alam mengingat sifat
teritorial pejantan . induk kelinci dibawa kekandang pejantan . Untuk
mendapatkan perkawinan yang fertil pada kawin alam . sebaiknya dilakukan
dengan2 kali perkawinan . Sedangkandengan InseminasiBuatan . proses dan
penanganan semen dan cara melakukan Inseminasi harus dilakukan dengan baik.
demikian juga dengan sinkronisasi estrus (Purnama.1998).
2. Pakan
Pada
pakan hijauan tidak memiliki kandungan gizi yang lengkap. oleh karena itu
penambahan pakan penguat harus diberikan pada induk bunting clan induk laktasi
.
3. Kandang
Untuk
kandang reproduksi pada ternak kelinci sebaiknya dipisah antara kandang pejantan
dengan kandang induk . Tujuan pemisahan ini adalah untuk mengontrol perkawinan
kelinci sehingga tanggal perkawinan dapat tercatat. Selain itu untuk mencegah
kelinci jantan mengawini induk secara terus menerus yang dapat mengganggu
kebuntingan ataupun menurunkan kualitas dan kuantitas semen pejantan . Dengan
pemisahan kandang dapat meningkatkan libido pejantan sehingga perkawinan yang
fertildapat terjadi .
4. Penyakit
Radang
puting susu (mastitis) biasanya disebabkan karena air susu yang keluar hanya sedikit
atau bahkan tidak keluar sama sekali hal ini dapat timbul karena anak kelinci
yang lahir hanya sedikit atau anak kelinci tidak mau menyusu atau disebabkan
karena waktu penyapihan yang terlalu mendadak dan belum saatnya sehingga air
susu yang seharusnya masih tersedia tidak tersalurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar